FATWA-FATWA DARI ULAMA 4 MADZHAB MENGENAI SELAMATAN KEMATIAN
BERIKUT
INI ADALAH FATWA-FATWA DARI ULAMA 4 MADZHAB MENGENAI SELAMATAN KEMATIAN:
I.
MADZHAB HANAFI
HASYIYAH IBN ABIDIEN
Dimakruhkan
hukumnya menghidangkan makanan oleh keluarga mayit, karena hidangan hanya
pantas disajikan dalam momen bahagia, bukan dalam momen musibah, hukumnya buruk
apabila hal tersebut dilaksanakan. Imam Ahmad dan Ibnu Majah meriwayatkan
hadits dengan sanad yang shahih dari sahabat Jarir bin Abdullah, beliau
berkata: “Kami (para sahabat) menganggap kegiatan berkumpul di rumah keluarga
mayit, serta penghidangan makanan oleh mereka merupakan bagian dari niyahah”.
Dan dalam kitab al-Bazaziyah dinyatakan bahwa makanan yang dihidangkan pada
hari pertama, ketiga, serta seminggu setelah kematian makruh hukumnya. (Muhammad
Amin, Hasyiyah Radd al- Muhtar ‘ala al-Dar al-Muhtar (Beirut: Dar al-Fikr,
1386) juz II, hal 240)
AL-THAHTHAWY
Hidangan
dari keluarga mayit hukumnya makruh, dikatakan dalam kitab al- Bazaziyah bahwa
hidangan makanan yang disajikan PADA HARI PERTAMA, KETIGA, SERTA SEMINGGU
SETELAH KEMATIAN MAKRUH HUKUMNYa. (Ahmad bin Ismain al-Thahthawy, Hasyiyah ‘ala
Muraqy al-Falah (Mesir: Maktabah al-Baby al-Halaby, 1318), juz I hal 409).
IBN ABDUL WAHID
SIEWASY
Dimakruhkan
hukumnya menghidangkan makanan oleh keluarga mayit, karena hidangan hanya
pantas disajikan dalam momen bahagia, bukan dalam momen musibah. hukumnya
bid’ah yang buruk apabila hal tersebut dilaksanakan. Imam Ahmad dan Ibnu Majah
meriwayatkan sebuah hadits dengan sanad yang shahih dari sahabat Jarir bin
Abdullah, beliau berkata: “Kami (para sahabat) menganggap kegiatan berkumpul di
rumah keluarga mayit, serta penghidangan makanan oleh mereka merupakan bagian
dari niyahah”. (Ibn Abdul Wahid Siewasy, Syarh Fath al-Qadir (Beirut: Dar
al-Fikr) juz II, hal 142)
II.MADZHAB
MALIKI
AL-DASUQY
Adapun berkumpul di dalam rumah
keluarga mayit yang menghidangkan makanan hukumnya bid’ah yang dimakruhkan.
(Muhammad al-Dasuqy, Hasyiyah al- Dasuqy ‘ala al-Syarh al-Kabir (Beirut: Dar
al-Fikr) juz I, hal 419)
ABU ABDULLAH
AL-MAGHRABY
Adapun
penghidangan makanan oleh keluarga mayit dan berkumpulnya masyarakat dalam
acara tersebut dimakruhkan oleh mayoritas ulama, bahkan mereka menganggap
perbuatan tersebut sebagai bagian dari bid’ah, karena tidak didapatkannya keterangan
naqly mengenai perbuatan tersebut, dan momen tersebut tidak pantas untuk
dijadikan walimah (pesta)… adapun apabila keluarga mayit menyembelih binatang
di rumahnya kemudian dibagikan kepada orang- orang fakir sebagai shadaqah untuk
mayit diperbolehkan selama hal tersebut tidak menjadikannya riya, ingin
terkenal, bangga, serta dengan syarat tidak boleh mengumpulkan masyarakat. (Abu
Abdullah al-Maghraby, Mawahib al-Jalil li Syarh Mukhtashar Khalil (Beirut: Dar
al-Fikr, 1398) juz II, hal 228)
III.MADZHAB
SYAFI’I
AL-SYARBINY
Adapun
penghidangan makanan oleh keluarga mayit dan berkumpulnya masyarakat dalam
acara tersebut, hukumnya bid’ah yang tidak disunnahkan. (Muhammad al-Khathib
al-Syarbiny, Mughny al-Muhtaj (Beirut: Dar al-Fikr) juz I, hal 386) Adapun kebiasaan
keluarga mayit menghidangkan makanan dan berkumpulnya masyarakat dalam acara
tersebut, hukumnya bid’ah yang tidak disunnahkan. (Muhammad al-Khathib
al-Syarbiny, al-Iqna’ li al-Syarbiny (Beirut: Dar al-Fikr, 1415) juz I, hal
210)
AL-QALYUBY
Guru
kita al-Ramly telah berkata: sesuai dengan apa yang dinyatakan di dalam kitab
al-Raudl (an-Nawawy), sesuatu yang merupakan bagian dari perbuatan bid’ah
munkarah yang tidak disukai mengerjakannya adalah yang biasa dilakukan oleh
masyarakat berupa menghidangkan makanan untuk mengumpulkan tetangga, baik
sebelum maupun sesudah hari kematian.(a l- Qalyuby, Hasyiyah al-Qalyuby
(Indonesia: Maktabah Dar Ihya;’) juz I, hal 353)
AN-NAWAWY
Adapun
penghidangan makanan oleh keluarga mayit berikut berkumpulnya masyarakat dalam
acara tersebut tidak ada dalil naqlinya, dan hal tersebut merupakan perbuatan
bid’ah yang tidak disunnahkan. (an-Nawawy, al-Majmu’ (Beirut: Dar al-Fikr,
1417) juz V, hal 186) IBN HAJAR AL-HAETAMY Dan sesuatu yang sudah menjadi
kebiasaan dari pada penghidangan makanan oleh keluarga mayit, dengan tujuan
untuk mengundang masyarakat, hukumnya bid’ah munkarah yang dimakruhkan,
berdasarkan keterangan yang shahih dari sahabat Jarir bin Abdullah. (Ibn Hajar
al-Haetamy, Tuhfah al-Muhtaj (Beirut: Dar al-Fikr) juz I, hal 577)
AL-SAYYID AL-BAKRY ABU BAKR
AL-DIMYATI
Dan
sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dari pada penghidangan makanan oleh
keluarga mayit, dengan tujuan untuk mengundang masyarakat, hukumnya bid’ah yang
dimakruhkan, seperti hukum mendatangi undangan tersebut, berdasarkan keterangan
yang shahih dari sahabat Jarir bin Abdullah. (al-Sayyid al-Bakry Abu Bakr
al-Dimyati, I’anah at-Thalibien (Beirut: Dar al-Fikr) juz II, hal 146)
AL-AQRIMANY
Adapun
makanan yang dihidangkan oleh keluarga mayit pada hari ketiga, keempat, dan
sebagainya, berikut berkumpulnya masyarakat dengan tujuan sebagai pendekatan
diri serta persembahan kasih sayang kepada mayit, hukumnya bid’ah yang buruk
dan merupakan bagian dari perbuatan jahiliyah yang tidak pernah muncul pada
abad pertama Islam, serta bukan merupakan bagian dari pekerjaan yang mendapat
pujian oleh para ulama. justeru para ulama berkata: tidak pantas bagi orang
muslim mengikuti perbuatan-perbuatan yang biasa dilakukan oleh orang kafir.
seharusnya setiap orang melarang keluarganya menghadiri acara-acara tersebut.
((al-Aqrimany hal 314 dalam al-Mawa’idz; Pangrodjong Nahdlatoel ‘Oelama
Tasikmalaya, Th. 1933, No. 18, hal.285)
RAUDLAH AL-THALIBIEN
penghidangan
makanan oleh keluarga mayit dan pengumpulan masyarakat terhadap acara tersebut,
tidak ada dalil naqlinya, bahkan perbuatan tersebut hukumnya bid’ah yang tidak
disunnahkan. (Raudlah al-Thalibien (Beirut: al- Maktab al-Islamy, 1405) juz II,
hal 145)
IBN QUDAMAH
AL-MUQADDASY
Adapun
penghidangan makanan untuk orang-orang yang dilakukan oleh keluarga mayit,
hukumnya makruh. karena dengan demikian berarti telah menambahkan musibah
kepada keluarga mayit, serta menambah beban, sekaligus berarti telah menyerupai
apa yang biasa dilakukan oleh orang-orang jahiliyah. dan diriwayatkan bahwa
Jarir mengunjungi Umar, kemudian Umar berkata: “Apakah kalian suka berkumpul
bersama keluarga mayat yang kemudian menghidangkan makanan?” Jawab Jarir: “Ya”.
Berkata Umar: “Hal tersebut termasuk meratapi mayat”. Namun apabila hal
tersebut dibutuhkan, maka diperbolehkan, seperti karena diantara pelayat
terdapat orang-orang yang jauh tempatnya kemudian ikut menginap, sementara
tidak memungkinkan mendapat makanan kecuali dari hidangan yang diberikan dari keluarga
mayit. (Ibn Qudamah al-Muqaddasy, al-Mughny (Beirut: Dar al-Fikr, 1405) juz II,
hal 214)
ABU ABDULLAH IBN
MUFLAH AL-MUQADDASY
Sesungguhnya
disunahkan mengirimkan makanan apabila tujuannya untuk (menyantuni) keluarga
mayit, tetapi apabila makanan tersebut ditujukan bagi orang-orang yang sedang
berkumpul di sana, maka hukumnya makruh, karena berarti telah membantu terhadap
perbuatan makruh; demikian pula makruh hukumnya apabila makanan tersebut
dihidangkan oleh keluarga mayit) kecuali apabila ada hajat, tambah sang guru
[Ibn Qudamah] dan ulama lainnya).(A bu Abdullah ibn Muflah al-Muqaddasy,
al-Furu’ wa Tashhih al-Furu’ (Beirut: Dar al-Kutab, 1418) juz II, hal 230-231)
ABU ISHAQ BIN MAFLAH
AL-HANBALY
Menghidangkan
makanan setelah proses penguburan merupakan bagian dari niyahah, menurut
sebagian pendapat haram, kecuali apabila ada hajat, (tambahan dari al-Mughny).
Sanad hadits tentang masalah tersebut tsiqat (terpercaya). (Abu Ishaq bin
Maflah al-Hanbaly, al-Mabda’ fi Syarh al-Miqna’ (Beirut: al-Maktab al-Islamy,
1400) juz II, hal 283)
MANSHUR BIN IDRIS
AL-BAHUTY
Dan
dimakruhkan bagi keluarga mayit untuk menghidangkan makanan kepada para tamu,
berdasarkan keterangan riwayat Imam Ahmad dari Shahabat Jarir. (Manshur bin
Idris al-Bahuty, al-Raudl al-Marbi’ (Riyadl: Maktabah al-Riyadl al-Hadietsah,
1390) juz I, hal 355)
KASYF AL-QANA’
Menurut
pendapat Imam Ahmad yang disitir oleh al-Marwadzi, perbuatan keluarga mayit
yang menghidangkan makanan merupakan kebiasaan orang jahiliyah, dan beliau
sangat mengingkarinya…dan dimakruhkan keluarga mayit menghidangkan makanan
(bagi orang-orang yang sedang berkumpul di rumahnya kecuali apabila ada hajat,
seperti karena di antara para tamu tersebut terdapat orang-orang yang tempat
tinggalnya jauh, mereka menginap di tempat keluarga mayit, serta secara adat
tidak memungkinkan kecuali orang tersebut diberi makan), demikian pula
dimakruhkan mencicipi makanan tersebut. Apabila biaya hidangan makanan tersebut
berasal dari peninggalan mayit, sedang di antara ahli warisnya terdapat orang
(lemah) yang berada di bawah pengampuan, atau terdapat ahli waris yang tidak
memberi izin, maka haram hukumnya melakukan penghidangan tersebut. (Kasyf
al-Qina’ (Beirut: Dar al-Fikr, 1402) juz II, hal 149)
IBN TAIMIYAH
Adapun
penghidangan makanan yang dilakukan keluarga mayit (dengan tujuan) mengundang
manusia ke acara tersebut, maka sesungguhnya perbuatan tersebut bid’ah,
berdasarkan perkataan Jarir bin Abdillah: “Kami (para sahabat) menganggap
kegiatan berkumpul di rumah keluarga mayit, serta penghidangan makanan oleh
mereka merupakan bagian dari niyahah”. (Ibn Taimiyah, Kutub wa Rasail wa Fatawa
Ibn Taimiyah fi al-Fiqh (Maktabah Ibn Taimiyah) juz 24, hal 316)
sumber : http://muhibbulislam.wordpress.com
Komentar
Posting Komentar