RI Siap Buka Data Rahasia Bank dan Pajak

Jakarta - Indonesia siap 'buka-bukaan' informasi pajak dan rahasia bank kepada dunia internasional sesuai dengan kesepakatan G20 di Toronto.

Inspektur Jenderal Hekinus Manao menjelaskan kesepakatan antara negara-negara G20 terkait keterbukaan informasi pajak dan rahasia bank merupakan suatu kesepakatan yang positif.

Pasalnya, informasi pajak yang tertutup memberi peluang adanya penyelundup-penyelundup pajak antar negara. Begitu juga dengan rahasia perbankan di mana negara-negara yang terlalu tertutup menutupi rahasia bank menjadikan negara-negara tersebut berpotensi untuk menimbulkan kegoncangan bisnis keuangan.

"Itu konotasi semula dari apa yang disebut non cooprative juridiction, negara yang cenderung tidak mau kerjasama dalam keterbukaan," jelasnya saat ditemui di Gedung Kemenkeu, Jalan Wahidin Raya, Jakarta, Senin (5/7/2010).

Pada intinya, lanjut Hekinus, Indonesia setuju dengan rekomendasi tersebut karena dapat mencegah para penyelundup pajak masuk ke Indonesia baik dari tax haven country maupun transfer pricing.

"Kita setuju, kita siap, kita dukung pertukarkan informasi dan sudah mulai pada akhir tahun lalu, dan tahun ini kita sudah bersedia dia akses. Sudah mau memberikan informasi tentang perpajakan kalau memang diperlukan. Jadi kita justru melihat ini sebagai suatu keuntungan karena kebanyakan yang melakukan penggelapan atau penyelundupan itu justru perusahaan-perusahaan tertentu yang suka mengelabui kita dari segi kewajiban pajaknya di Indonesia," ujarnya.

Selain itu, dengan adanya definisi yang jelas mengenai non cooperative juridiction, tambah Hekinus, negara-negara dunia bisa langsung tunjuk jika terjadi permasalahan akibat tertutupnya informasi mengenai pajak dan bank ini.

"Tidak pernah diidentifikasi negara mana, cuma dengan stigma atau dengan istilah itu nanti ada upaya ada untuk unjuk hidung negara-negara yang tidak mau kooperatif itu," ujarnya.

Hekinus mengungkapkan hukuman dari negara yang tergolong non cooperative juridiction berupa anggapan negatif terhadap negara tersebut sehingga dapat mempengaruhi investasi terhadap negara tersebut.

"Dikucilkan, bisa dianggap negatif, mungkin tidak langsung. Intinya kalau kita dianggap negatif investasi tidak akan masuk, investasi susah kita promote gitu," ujarnya.

Namun, Hekinus menyatakan Indonesia minta penangguhan waktu sehingga pihak G20 tidak serta merta memberikan cap negara non cooperative juridiction kepada Indonesia. Pasalnya, untuk membuka informasi pajak dan bank tersebut dibutuhkan revisi Undang-Undang yang mengaturnya.

"Pada dasarnya kita setuju semua,cuma kita minta fleksibilitas waktu karena misalnya anti money laundring di kita sudah punya Undang-Undang, tetapi memang kita masih perlu perbaikan. Perbaikannya itu sekarang masalah di DPR. Kemudian masalah kerahasiaan bank, itu juga harus mengubah UU perbankan tentang bank umum. Jadi kita minta fleksibilitas waktu gitulah," ujarnya.

Untuk menyelesaikan perbaikan UU tersebut, Hekinus menyatakan Menteri Keuangan Agus Martowardojo akan segera membentuk working group.

"Pak Menteri sudah menekankan bahwa kita perlu working group yang lebih intensif menanggapi topik-topik yang dibahas di G20 dan saya kira arahan Pak Menteri itu mudah-mudahan kita lakukan segera karena ini bukan hanya Kemenkeu kan, artinya harus mengajak banyak pihak,masyarakatnya. Kalau anti money laundring sudah di sana (DPR). Nah kerjasama BI, PPATK, dan Polri. Kalau yang kerahasiaan bank itu pasti BI dan kemenkeu. Nanti akan ada pertemuan persiapan," tukasnya.
sumber  :  www.detikfinance.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Doa Pembuka Sebelum Kultum atau Ceramah

Pambagya Raharja Mantu

Warung Makan Bebek Hj Indun